Metode
Operatif Wanita (MOW)
1. Pengertian MOW
Metode
Operatif Wanita (MOW) adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003 ;h.
MK-78).
2. Syarat MOW
a.
Syarat
Sukarela
Calon peserta secara sukarela, tetap
memilih kontrasepsi ini setelah diberi konseling mengenai jenis-jenis
kontrasepsi, efek samping, keefektifan, serta telah diberikan waktu untuk
berpikir lagi.
b.
Syarat
Bahagia
Setelah syarat sukarela terpenuhi,
maka perlu dinilai pula syarat kebahagiaan keluarga. Yang meliputi terikat
dalam perkawinan yang syah dan harmonis, memiliki sekurang-kurangnya dua anak
yang hidup dan sehat baik fisik maupun mental, dan umur istri sekitar 25 tahun
(kematangan kepribadian).
c.
Syarat
Sehat
Setelah syarat bahagia dipenuhi, maka
syarat kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan.
(Handayani, 2010; h. 182-3).
3. Jenis MOW
a.
Minilaparotomi
Dapat dilakukan dengan :
1)
Sub-umbilikal
/Infra-umbilikal (Post-Partum),
dilakukan insisi transversal 1-3 cm sub- umbilikal/ infraumbilikal, lapis demi
lapis. Lalu mengeluarkan tuba fallopii dari luka insisi atau memakai Ramathibodi
tubal hook dan oklusi tuba fallopii.
2)
Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel
a) Post-abortus
b) Interval
Dilakukan pada saat bukan post-partum atau post-abotus.
Minilaparatomi
Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel dilakukan dengan insisi transversal 1,5-3 cm
diatas symphysis pubis, lapis demi lapis. Manipulasi uterus dilakukan dengan
Ramathibodi uterus elevator, sehingga fundus uteri terangkat dan dapat diputar
kearah luka insisi dan tuba dapat dikeluarkan (bisa dengan Ramathibodi tubal hook) atau dengan memasukkan proctoscope ke dalam
luka insisi dan dapat dilakukan oklusi tuba fallopii.
b.
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan gabungan dari
dua tindakan yaitu laparoskopi dan oklusi tuba fallopi. Laparoskopi adalah
suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga peritoneum dengan alat
laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior abdomen.
Pada laparaskopi dikenal 2 jenis
laparaskopi yaitu :
1)
Open
laparoscopy (Laparoskopi terbuka), merupakan kombinasi antara Mini-laparatomi
dan laparoskopi standard. Rongga peritoneum dicapai melalui insisi lapis demi
lapis dinding perut sambil melihat langsung, kemudian dimasukkan
tabung trocar ke dalam rongga abdomen melalui luka insisi tadi dan
pinggir-pinggir luka insisi dijahitkan sekeliling tabung trocar sehingga
menjadi kedap udara. Tabung trocar berfungsi sebagai jalan untuk memasukkan gas
dan laparoskopnya. Cara ini mengurangi resiko perlukaan usus atau pembuluh
darah.
2)
Closed
laparoscopy (Laparoskopi tertutup). Setelah insisi superfisial kulit dinding
abdomen, dimasukkan jarum Verres atau Tuohy ke dalam rongga abdomen untuk
menimbulkan pneumo-peritoneum, kemudian dimasukkan trocar dengan tabungnya
melalui insisi superfisial tersebut. Trocar tersebut kemudian dikeluarkan dan
laparoskop dimasukkan melalui tabung trocar. Seluruh prosedur tersebut diatas
dilakukan tanpa melihat secara langsung, sehingga resiko perlukaan usus atau
pembuluh darah lebih besar.
c.
Laparotomi
Laparotomi tidak dianjurkan karena
memerlukan insisi yang panjang dan anestesi umum. Kontrasepsi ini hanya dapat
digunakan bila kontrasepsi lainnya gagal dan timbul komplikasi sehingga
memerlukan insisi yang lebih besar.
(Hartanto, 2003; h.247.252).
4. Mekanisme Kerja MOW
Dengan
mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Saifuddin, 2003; h.MK-78).
5. Efektifitas MOW
MOW adalah
bentuk kontrasepsi yang sangat efektif dengan angka kegagalan 1-5 per 100
kasus, yang berarti efektivitasnya 99,4-99,8% per 100 wanita per tahun
(Everett, 2007;h.252).
6. Manfaat
a.
Kontrasepsi
1)
Sangat
efektif.
2)
Permanen.
3)
Tidak
mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
4)
Tidak
bergantung pada faktor senggama.
5)
Baik
bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
6)
Pembedahan
sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
7)
Tidak
ada efek samping dalam jangka panjang.
8)
Tidak
ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium).
b.
Nonkontrasepsi
Berkurangnya risiko kanker ovarium.
(Saifuddin, 2003;h.MK-79).
7. Keterbatasan MOW
a.
Membutuhkan
pertimbangan klien karena bersifat permanen.
b.
Klien
dapat menyesal di kemudian hari.
c.
Resiko
komplikasi meningkat bila menggunakan anestesi umum.
d.
Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka
pendek.
e.
Dilakukan
oleh dokter terlatih.
f.
Tidak
melindungi diri dari IMS, HBV dan HIV/AIDS.
(Saifuddin, 2003; h.MK-79).
8. Indikasi MOW
a.
Wanita
pada usia > 26 tahun.
b.
Wanita
dengan paritas > 2.
c.
Yakin
telah mempunyai besar keluarga yang dikehendaki.
d.
Wanita
yang pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
e.
Wanita
pascapersalinan.
f.
Wanita
pascakeguguran.
g.
Wanita
yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
(Handayani, 2010; h.183).
9. Kontraindikasi MOW
a.
Wanita
hamil atau dicurigai hamil.
b.
Wanita
dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c.
Wanita
dengan infeksi sistemik atau pelvic yang akut.
d.
Wanita
yang tidak boleh menjalani pembedahan.
e.
Wanita
yang kurang pasti mengenai keinginan fertilitas di masa depan.
f.
Wanita
yang belum memberikan persetujuan tertulis.
(Handayani, 2010; h.183).
10. Waktu MOW
a.
Setiap
saat selama siklus menstruasi bila diyakini bahwa klien tidak hamil atau
dicurigai hamil.
b.
Hari
ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase perforase).
c.
Pascapersalinan
1) Mini-laparotomi : 2 hari atau setelah
6 minggu atau 12 minggu.
2) Laparoskopi : tidak tepat.
d.
Pascakeguguran
1) Triwulan
pertama : 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (mini-laparotomi atau
laparoskopi).
2)
Triwulan
kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (
mini-laparotomi saja).
(Saifuddin, 2003; h.MK-80-1).
11. Tanda-tanda Komplikasi Pasca MOW
a.
Terdapat
infeksi luka.
b.
Demam
pascaoperasi (>38˚C).
c.
Terdapat
luka pada kandung kemih, intestinal.
d.
Hematoma
pada subkutan.
e.
Emboli
gas yang diakibatkan oleh laparoskopi.
f.
Rasa
sakit pada lokasi pembedahan.
g.
Perdarahan
superficial ( tepi-tepi kulit atau subkutan).
(Saifuddin, 2003; h.MK-81).
12. Persiapan Pre-Operatif
a.
Informed
consent
b. Riwayat
medis/kesehatan, yang meliputi : penyakit-penyakit pelvis, adhesi/perlekatan,
pernah mengalami operasi abdominal/operasi pelvis, riwayat diabetes mellitus,
penyakit paru-paru (asma, bronchitis, emphysema), obesitas, pernah mengalami
problem dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan
medikamentosa pada saat ini.
c.
Pemeriksaan
fisik harus meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi keputusan
pelaksanaan operasi atau anestesi, serta pemeriksaan kandungan untuk menemukan
kelainan-kelainan.
d.
Pemeriksaan
laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine, dan pap smear.
(Hartanto, 2003; h. 244).
13. Konseling Pasca MOW
a.
Nyeri
bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO2
atau udara) dibawah diafragma, sekunder terdapat pneumoperitoneum.
b.
Periode
menstruasi akan berlanjut seperti biasa.
c.
MOW
tidak memberikan perlindungan terhadap IMS, HIV/AIDS. Bila termasuk pasangan
sebaiknya menggunakan kondom setelah operasi.
d.
Jaga
luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepaskan dan memulai aktivitas
normal dalam waktu 7 hari setelah pembedahan.
e.
MOW
efektif setelah operasi.
f.
Hindari
hubungan intim hingga merasa nyaman dan hentikan bila ada perasaan kurang
nyaman.
g.
Hindari
mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
h.
Bila
sakit, minum 1 atau 2 tablet analgesik setiap 4 sampai 6 jam.
i.
Kunjungan
pemeriksaan rutin antar 7 dan 14 hari setelah pembedahan.
j. Dapat
kontrol bila ada tanda-tanda yang tidak biasa atau mengarah pada komplikasi.
(Arum, 2009; h.168-9).