Kamis, 24 April 2014

PIJAT OKSITOSIN



PIJAT OKSITOSIN
A. Landasan Teori
1.      Air Susu Ibu (ASI)
a.       Definisi ASI
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan salah satu-satunya makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).
ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi. Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2007).
b.      Komposisi ASI
ASI yang pertama keluar disebut dengan fore milk dan selanjutnya disebut dengan hind milk. Fore milk merupakan ASI awal yang banyak mengandung air, sedangkan hind milk lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak (Roesli, 2002). Pernyataan ini juga didukung oleh Suraatmaja (1997) bahwa komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke waktu karena komposisi dipengaruhi stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan gizi.
Kandungan yang terdapat dalam ASI diantaranya :
1)      Kolostrum
Adalah ASI yang keluar pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental, lebih banyak mengandung protein dan vitamin berfungsi untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi.
2)      Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber untuk otak. Jumlahnya meningkat terutama pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan) (Badriul, 2008).
3)      Protein
Protein berguna untuk pembentukan sel pada bayi yang baru lahir. Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu formula. Protein dalam ASI lebih bisa diserap oleh usus bayi dibandingkan dengan susu formula (Badriul, 2008).
4)      Taurin
Adalah suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI. Taurin berfungsi sebagai neuro transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.
5)      Lemak
Lemak berfungsi untuk pertumbuhan otak bayi. Kandungan lemak dalam ASI sekitar 70-78%.


6)      Mineral
Zat besi dan kalsium di dalam ASI merupakan mineral dan jumlahnya tidak terlalu banyak dalam ASI. Mineral ini berfungsi sebagai pembentukan atau pembuatan darah dan pembentukan tulang (Soetjiningsih, 1997).
7)      Vitamin
a)      Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi sebagai
faktor pembekuan (Badriul, 2008).
b)      Vitamin D berfungsi untuk pembentukan tulang bayi baru lahir, vitamin D
juga berasal dari sinar matahari. (Badriul, 2008).
c)      Vitamin E berfungsi penting untuk ketahanan dinding sel darah merah
(Badriul, 2008).
d)     Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata, selain itu untuk mendukung
pembelahan sel, kekebalan tubuh, dan pertumbuhan. (Badriul, 2008).
e)      Vitamin B, asam folat, vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan terdapat dalam ASI (Badriul, 2008).
8) Zat Kekebalan
Zat kekebalan terhadap beragam mikro-organisme diperoleh bayi baru lahir dari ibunya melalui plasenta, yang membantu melindungi bayi dari serangan penyakit.
c.       Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu produksi (pembuatan) dan pengeluaran ASI (Ariani, 2010).

1)      Produksi (pembuatan) ASI
Keadaan saat hamil membuat hormon prolaktin meningkat, tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar estrogen yang begitu tinggi. Hari kedua atau ketiga setelah melahirkan, kadar estrogen dan progesteron turun drastis sehingga pengaruh prolaktin lebih besar.
Alveoli mulai menghasilkan ASI saat kadar estrogen dan progesteron turun. Mekanisme ini yang membuat produksi ASI seorang ibu akan optimal dalam waktu sekitar 72 jam setelah melahirkan. Menyusui bayi setelah melahirkan sangatlah penting karena dengan menyusui lebih dini terjadi perangsangan putting susu, terbentuklah prolaktin sehingga pembuatan ASI semakin lancar.
2)      Pengeluaran ASI
Pengeluaran air susu dari payudara adalah faktor penting dalam kelanjutan produksinya, terdapat bahan kimia dalam ASI yang dirancang untuk menghentikan produksi ASI jika tidak digunakan, jika ASI yang sudah diproduksi tidak diisap atau dikeluarkan dari payudara dalam waktu yang lama, bahan kimia (penghambat) atau inhibitor 16 autokrin ini akan menghentikan sel-sel pembuat ASI memproduksi ASI.
Bayi yang sudah berusia lebih dari 6 bulan dan akan diberikan makanan tambahan reflek prolaktin akan terhenti, sekresi ASI pun akan terhenti. Alveoli akan meluruh, kemudian seiring siklus menstruasi alveoli akan terbentuk kembali. Mekanisme ini mencegah penuhnya payudara yang diperlukan ketika bayi berhenti menyusu atau tidak menyusu sama sekali.
Proses menyusui ataupun diperah untuk mengeluarkan ASI inhibitor autokrin tetap dikeluarkan sehingga produksi ASI terus berlanjut. Intensitas yang tinggi pada bayi untuk menyusu maka semakin banyak ASI diproduksi, sebaliknya jika semakin jarang bayi untuk menyusu makin sedikit payudara menghasilkan ASI.
d.      Hormon dan refleks menyusui
ASI diproduksi atas hasil kerja gabungan antara hormon dan refleks. Selama kehamilan, perubahan pada hormon berfungsi mempersiapkan jaringan kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Segera setelah melahirkan, bahkan mulai pada usia kehamilan 6 bulan akan terjadi perubahan pada hormon yang menyebabkan payudara mulai memproduksi ASI. Pada waktu bayi mulai menghisap ASI, akan terjadi dua refleks pada ibu yang akan menyebabkan ASI keluar pada saat yang tepat dan jumlah yang tepat pula (Bobak, 2005). Dua refleks tersebut adalah :
1)      Refleks Prolaktin
Refleks pembentukan atau produksi ASI. Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf akan memacu hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam aliran darah. Prolaktin memacusel kelenjar untuk sekresi ASI. Makin sering bayi menghisap makin banyakprolaktin dilepas oleh hipofise, makin banyak pula ASI yang diproduksi oleh sel kelanjar, sehingga makin sering isapan bayi, makin banyak produksi ASI, sebaliknya berkurang isapan bayi menyebabkan produksi ASI kurang.
Mekanisme ini disebut mekanisme “supply and demand”. Efek lain dari prolaktin yang juga penting adalah menekan fungsi indung telur (ovarium). Efek penekanan ini pada ibu yang menyusui secara eksklusif adalah memperlambat kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Dengan kata lain, memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat menunda kehamilan.
2)      Refleks oksitosin
Reflek pengaliran atau pelepasan ASI (let down reflex) setelah diproduksi oleh sumber pembuat susu, ASI akan dikeluarkan dari sumber pembuat susu dan dialirkan ke saluran susu. Pengeluaran ASI ini terjadi karena sel otot halus di sekitar kelenjar payudara mengerut sehingga memeras ASI untuk keluar. Penyebab otot-otot itu mengerut adalah suatu hormon yang dinamakan oksitoksin.
Rangsangan isapan bayi melalui serabut syaraf memacu hipofise posterior untuk melepas hormon oksitosin dalam darah. Oksitosin memacu sel-sel myoepithel yang mengelilingi alveoli dan duktuli untuk berkontraksi, sehingga mengalirkan ASI dari alveoli ke duktuli menuju sinus dan puting. Dengan demikian sering menyusui penting untuk pengosongan payudara agar tidak terjadi engorgement (payudara bengkak), tetapi justru memperlancar pengaliran ASI.

Gambar 2.1 Reflex Oksitosin
Selain itu oksitosin berperan juga memacu kontraksi otot rahim, sehingga mempercepat keluarnya plasenta dan mengurangi perdarahan setelah persalinan. Hal penting adalah bahwa bayi tidak akan mendapatkan ASI cukup bila hanya mengandalkan refleks pembentukan ASI atau refleks prolaktin saja. Ia harus dibantu refleks oksitosin. Bila refleks ini tidak bekerja maka bayi tidak akan mendapatkan ASI yang memadai, walaupun produksi ASI cukup.
Refleks oksitosin lebih rumit dibanding refleks prolaktin. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu akan sangat mempengaruhi refleks ini. Perasaan ibu dapat meningkatkan dan juga menghambat pengeluaran oksitosin. Hormon ini akan menyebabkan sel-sel otot yang mengelilingi saluran pembuat susu mengerut atau berkontraksi sehingga ASI terdorong keluar dari saluran produksi ASI dan mengalir siap untuk dihisap oleh bayi.
Selain hormon pada ibu dalam proses laktasi, pada bayi pun terjadi 3 macam refleks pada proses tersebut, yaitu :
1)      Rooting reflex, yaitu refleks mencari putting Bila pipi bayi disentuh, ia akan menoleh ke arah sentuhan. Bila bibir bayi disentuh ia akan membuka mulut dan berusaha untuk mencari puting untuk menyusu. Lidah keluar dan melengkung menangkap puting dan areola.
2) Suckling reflex, yaitu refleks menghisap. Refleks terjadi karena rangsangan puting pada pallatum durum bayi bila aerola masuk ke dalam mulut bayi. Areola dan puting tertekan gusi, lidah dan langit-langit, sehingga menekan sinus laktiferus yang berada di bawah areola. Selanjutnya terjadi gerakan peristaltik yang mengalirkan ASI keluar atau ke mulut bayi.
3) Swallowing reflex, yaitu refleks menelan ASI dalam mulut bayi menyebabkan gerakan otot menelan. Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai menghisap payudara, maka produksi ASI bertambah secara cepat.
e. Faktor-faktor yamg mempengaruhi produksi ASI
Faktor – faktor yang mempengaruhi produksi ASI ini dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor ibu dan faktor bayi.
1) Faktor Bayi
a)  Faktor fisik dan kesehatan bayi
Faktor fisik serta kesehatan bayi yang mempengaruhi produksi ASI adalah kurangnya usia gestasi bayi pada saat bayi dilahirkan, sehingga mempengaruhi refleks hisap bayi (Wight, 2003 dalam ILCA, 2008). Kondisi kesehatan bayi seperti kurangnya kemampuan bayi untuk bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat struktur mulut dan rahang yang kurang baik, bibir sumbing, metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI, juga mempengaruhi produksi ASI, selain itu semakin sering bayi menyusui dapat memperlancar produksi ASI (Biancuzzo, 2000).
b) Tingkah laku bayi
Tingkah laku pada bayi mempengaruhi produksi ASI pada ibu. Bayi yang
terpapar obat anestesi dari ibu melalui plasenta akan tertidur. Bayi yang tertidur tidak akan menyusu pada ibunya sehinga tidak terjadi isapan pada payudara yang merangsang hormon prolaktin dan oksitosin untuk menstimulus produksi ASI. (Hockenberry, 2009).
2)      Faktor Ibu
Faktor ibu yang mempengaruhi produksi ini dibagi menjadi 3 yaitu faktor fisik ibu, faktor psikologis serta sosial budaya.
a)      Faktor fisik
      Faktor fisik ibu yang mempengaruhi produksi ASI adalah adanya kelainan endokrin ibu, dan jaringan payudara hipoplastik. Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI adalah usia ibu, ibu- ibu yang usianya lebih muda atau kurang dari 35 tahun lebih banyak memproduksi ASI dibandingkan dengan ibu-ibu yang usianya lebih tua (Biancuzo, 2000). Produksi ASI juga dipengaruhi oleh nutrisi ibu dan asupan cairan ibu. Ibu yang menyusui membutuhkan 300 – 500 kalori tambahan selama masa menyusui (Lowdermilk, 2006). Asupan yang kurang dari 1500 kalori perhari dapat mempengaruhi produksi ASI (King, 2003). Asupan cairan yang cukup 2000 cc perhari / ± 8 gelas perhari dapat menjaga produksi ASI ibu (Pilitteri, 2003).
b)      Faktor Psikologis
      Faktor psikologis yang mempengaruhi kurangnya produksi ASI antara lain adalah ibu yang berada dalam keadaan stress, kacau, marah dan sedih, kurangnya dukungan dan perhatian keluarga serta pasangan kepada ibu (Lawrence, 2004). Selain itu ibu juga khawatir bahwa ASInya tidak mencukupi untuk kebutuhan bayinya serta adanya perubahan maternal attainment, terutama pada ibu-ibu yang baru pertama kali mempunyai bayi atau primipara (Mercer, 2004 dalam Alligood, 2008). Ibu – ibu dengan depresi postpartum juga dapat mempengaruhi produksi ASI (ILCA, 2008).
c)      Faktor Sosial Budaya
Adanya mitos serta persepsi yang salah mengenai ASI dan media yang memasarkan susu formula, serta kurangnya dukungan masyarakat menjadi hal- hal yang dapat mempengaruhi ibu dalam menyusui. Ibu bekerja serta kesibukan sosial juga mempengaruhi keberlangsungan pemberian ASI (Afiyanti, 2006).
3) Faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI
a)  Inisisasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses alami pada bayi untuk menyusu, yaitu dengan memberikan kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dalam satu hingga 2 jam pertama masa kehidupannya (Pilitteri, 2003). Penelitian Fika dan Syafiq (2003) dalam Roesli (2008), menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif dan produksi ASI lancar.
b) Frekeunsi menyusui
Kebiasaan menyusui setiap dua-tiga jam menjaga produksi ASI tetap tinggi. Hal ini juga di dukung jika ibu melakukan perlekatan yang benar, sehingga pengeluaran ASI menjadi efektif (Gartner, 2005). Rata-rata bayi baru lahir menyusui adalah 10-12 kali menyusui tiap 24 jam, atau kadang lebih dari 18 kali (Lawrence, 2004).



c)      Lamanya menyusui
Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam (Suradi, 2004 ; Poedianto , 2002).
f.       Masalah Saat Menyusui
Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada ibu maupun pada bayi. Masalah dari ibu yang timbul selama menyusui dapat timbul sejak sebelum persalinan, pada masa pasca persalinan dini, dan masa pasca persalinan lanjut. Masalah menyusui dapat pula disebabkan karena kelainan khusus. Masalah pada bayi umumnya berkaitan dengan manajemen laktasi, sehingga bayi sering menjadi “bingung puting” atau sering menangis, yang sering diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya (Suradi, 2004). Rosita (2008) mengemukakan bahwa terdapat beberapa masalah yang dapat menghambat proses menyusui. Permasalahan yang sering terjadi dan cara mengatasinya antara lain :
1) Puting mengalami perlukaan (puting lecet dan nyeri)
Keadaan seperti ini sering terjadi pada ibu menyusui, dikarenakan kesalahan teknik melepaskan puting dari mulut bayi setelah selesai menyusui. Perawatan payudara yang tidak benar juga mengakibatkan puting lecet karena membiarkan puting dalam keadaan basah dan akan menumbuhkan kuman dan menimbulkan infeksi serta lecet.


2) Payudara mengalami pembengkakan
Payudara yang bengkak biasanya dikarenakan bayi tidak sering menyusu atau bayi malas menyusu mengakibatkan ASI menumpuk didalam payudara.
3) Bentuk putting melekat ke dalam (retracted nipple)
Masalah rectracted nipple sering terjadi pada ibu menyusui, penyebabnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Kemungkinan karena bawaan bentuk payudara sejak lahir.
4)      Saluran untuk keluarnya ASI tersumbat
Saluran ASI yang tersumbat akan mengakibatkan terjadinya benjolan pada salah satu bagian payudara, misalnya ada benjolan di atas atau di bawah payudara. Biasanya karena aliran darah yang tidak lancar ataupun karena payudara jarang dihisap oleh bayi.
g.      Penilaian produksi ASI
Produksi ASI merujuk pada volume ASI yang dikeluarkan oleh payudara. ASI yang telah diproduksi disimpan di dalam gudang ASI. Selanjutnya ASI dikeluarkan dari payudara kemudian dialirkan ke bayi, banyaknya ASI yang dikeluarkan oleh payudara dan diminum oleh bayi, diasumsikan sama dengan produksi ASI (Lawrence 2004).
Penilaian terhadap produksi ASI dapat menggunakan beberapa kriteria sebagai acuan untuk mengetahui keluarnya ASI dan jumlahnya mencukupi bagi bayi pada 2- 3 hari pertama kelahiran, diantaranya adalah sebelum disusui payudara ibu terasa tegang, ASI yang banyak dapat keluar dari putting dengan sendirinya, ASI yang kurang dapat dilihat saat stimulasi pengeluaran ASI, ASI hanya sedikit yang keluar, bayi baru lahir yang cukup mendapatkan ASI maka BAK-nya selama 24 jam minimal 6-8 kali, warna urin kuning jernih, jika ASI cukup setelah menyusu maka bayi tertidur atau tenang selama 2- 3 jam (Bobak, Perry & Lowdermilk, 2005; Perinasia, 2004; Cox, 2006).
Indikator lain untuk melihat bahwa produksi ASI mencukupi bagi bayi adalah karakteristik dari BAB bayi. Pada 24 jam pertama bayi mengeluarkan BAB yang berwarna hijau pekat, kental dan lengket, yang dinamakan dengan mekonium, BAB ini berasal dari saluran pencernaan bayi, serta cairan amnion (Hockenberry, 2009)
Pola eliminasi bayi tergantung dari intake yang bayi dapatkan, bayi yang meminum ASI, umumnya pola BABnya 2-5 kali perhari, BAB yang dihasilkan adalah berwarna kuning keemasan, tidak terlalu encer dan tidak terlalu pekat, sedangkan bayi yang mendapatkan susu formula, umumnya pola BABnya hanya 1 kali sehari, BAB berwarna putih pucat (Matteson, 2001).
2.      Pijat Oksitosin
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan. Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormone oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI otomatis keluar (Biancuzzo, 2003; Indiyani, 2006; Yohmi & Roesli, 2009). Penelitian yang dilakukan Eko (2011) menunjukkan bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi ASI.
Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).
Langkah-langkah melakukan pijat oksitosin sebagai berikut (Depkes RI, 2007):
a.       Melepaskan baju ibu bagian atas.
b.      Ibu miring ke kanan maupun ke kiri, lalu memeluk bantal. Adapun posisi alternatif lain yaitu posisi telingkup di meja dan telungkup di sandaran kursi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibWPH0vhEM9MXpzXsMB7oy4FIZcytUp2-XCyvYf51duH6P_INDZ75NA8C4Q2NfoWVqb69FWIhYK646N-EyF7t04kFSO8pZm70WuVwR0-JiFpwfp_s3ZeiLzaaBfEcE9DrO__imbWXy6Tg/s320/SANY1169.JPGhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFJoZvyVzbwo4JuDiPb9q8pvY6NIFhL9cW95C072mjsh9QXXtHmvOPFHIeEEv9sF0GOStVrqRX7ZYOkLKm6edmbT4HsmF2rq1B222hU8xMhFO4hcW3L0Z5atIOLk6579xRFmGZIeW3Qkk/s320/SANY1170.JPG
                                                      Gambar 2.2
Posisi pijat oksitosin .
c.       Memasang handuk.
d.      Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil.
e.       Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan dua kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk kedepan.
f.       Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan melingkar kecil-kecil dengan ibu jarinya.
http://theurbanmama.com/pics/2013/04/prolatindanoksitosin4.png
Gambar 2.3 Ilustrasi Pijat Oksitosin
g.      Pada saat yang bersamaan, memijat sisi tulang belakang ke arah bawah, dari leher ke arah tulang belikat, selama 2-3 menit.
http://www.backpaininstitute.org/cons1_16_11.jpg
Gambar 2.4 Area Pijat Oksitosin
h.      Mengulangi pemijatan hingga 3 kali.
i.        Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara bergantian.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIMBhqEz6nyPZKhbngDxGo8BEHv8PL57SDUriAsqsUOZ0uFWWp2kU5TR_7GNh9r-ymhGvoTHXQculkRL6m4kQ0lJJQaqttI0bzEVo0ec8e_YD-rmW6CrIvc6tQTjq7cy4bmdCAVwgk9Pk/s320/SANY1171.JPGhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyPHfvpILboA2SHt4Y1hTei7kYU6yooIPha1LJhQQmmxSfqkort4IMoulLbuiKaw5gWhrAoI6mHYxoh4hhJceZGJm3-CK_5PYqZimhp484l_7tSDqHmW2gh6F0RxotJwiERzBIX0xTIaE/s320/SANY1172.JPG
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiQ1_ZblYp2vXZC4QBx8JnxUr-KQGAfyt305DB60jEdU1F1gerQv9gMdwUQCd9-6CG0Db9I4yfgIiOmzLkot6fVzp-Lse-EjPrhMBYTeODWpuw5CbN7iDIayWehY8YZBfEP0gdOTkJGGxE/s320/SANY1173.JPG
Gambar 2.5
Variasi pijat oksitosin


ASUHAN KEBIDANAN BBL DAN BALITA BERDASARKAN EVIDENCE BASED



ASUHAN KEBIDANAN BBL DAN BALITA BERDASARKAN EVIDENCE BASED

A.  BABY FRIENDLY
Baby friendly atau dikenal dengan Baby Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui.
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik.
Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan membantu wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program, lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda, Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi.
Dalam rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative, semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin harus berpedoman pada sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu
1.    Sarana Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
2.    Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.
3.    Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi baru lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.
4.    Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi menyusui). Apabila ibu yang mendapat operasi Caesar, maka bayi disusui 3 menit setelah ibu sadar.
5.    Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi karena indikasi medis.
6.    Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.
7.    Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
8.    Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.
9.    Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10.     Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan[1].

B.  MEMULAI PEMBERIAN ASI DINI DAN EKSKLUSIF
1.    Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Protokol evidence based yang baru telah diperbarui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa : bayi harus mendapat kontak kulit ke kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberikan bantuan jika diperlukan, menunda semua produser lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir sampai dengan inisiasi menyusu selesai dilakukan.
a.    Definisi
Inisiasi menyusu dini (early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the best crawl atau merangkak mencari payudara[2].
Menurut Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia, dr.Utami Roesli, Sp.A,MBA,IBCLC., menjelaskan bahwa pada IMD, bayilah yang diharapkan berusaha untuk menyusu. Pada jam pertama, bayi berhasil menemukan payudara ibunya. Inilah awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi.
b.    Tata Laksana IMD
1)   Begitu lahir, bayi diletakkan diatas perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
2)   Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya.
3)   Tali pusat dipotong lalu diikat.
4)   Vernik (zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit bayi.
5)   Tanpa dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu bayi diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Sering kita khawatir bayi kedinginan. Menurut penelitian, jika bayi kedinginan, suhu kulit ibu otomatis akan naik dua derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau termal sinchrony bagi tubuh bayi. 
6)   Bayi dibiarkan mencari putting payudara ibu secara mandiri. Ketika itu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan lembut. Biasanya, bayi siap minum ASI pada 30-40 menit setelah dilahirkan.
7)   Berbeda dengan bayi yang lahir dalam kondisi normal bisa menyusu kepada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam, bayi yang lahir dengan operasi caesar kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan penggunaan obat kimiawi ataupun medicated labor.
Dalam proses IMD dibutuhkan kesiapan mental ibu. Ibu tidak boleh merasa risih ketika bayi diletakkan di atas tubuhnya. Saat inilah, dukungan dari keluarga, terutama suami, sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD usai melahirkan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain memberikan perhatian kepada istri, misalnya mengelus-elus rambut disertai mengungkapkan kalimat yang menenangkan hati[3].
c.    Keuntungan IMD
1)   Bagi bayi
a)    Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
b)   Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi.
c)    Meningkatkan kecerdasan.
d)   Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas.
e)    Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi.
f)    Mencegah kehilangan panas.
g)   Merangsang kolostrum segera keluar.
2)   Bagi ibu
a)    Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin.
b)   Meningkatkan keberhasilan produksi ASI.
c)    Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi[4].
2.    ASI Eksklusif
Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.
ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun.
Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan telah ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll[5].

C.  REGULASI SUHU BAYI BARU LAHIR DENGAN KONTAK KULIT KE KULIT
Termoregulasi adalah kemampuan bayi untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan kehilangan panas untuk mempertahankan suhu tubuh dalam “kisaran normal” tertentu. Kemampuan ini sangat terbatas pada bayi baru lahir. Ini disebabkan ketika bayi lahir, belum matangnya sistem termoregulasi sehingga membuat bayi rentan terhadap perubahan suhu lingkungan. 
1.    Fisiologi respons terhadap stres dingin
Fisiologi respon terhadap stres dingin terdiri dari serangkaian reaksi, yang mencakup :
a.    Termogenesis tanpa menggigil : oksidasi jaringan adiposa coklat yang ditimbun sesudah usia gestasi 28 minggu dan terutama terdapat di sekitar skapula, ginjal, adrenal, leher dan aksila;
b.    Peningkatan aktivitas otot volunter;
c.   
Pelepasan norepinefrin & tiroksin
Vasokostriksi.
Akselerasi metabolisme lemak coklat
Meningkatnya kebutuhan oksigen dan, akibatnya, meningkatnya konsumsi glukosa
Stress Dingin
Terjadi hipoglikemia
 



 

Gambar 2.1 Respon metabolik terhadap stres dingin
(diadaptasi dari Weber, 2006)
Gangguan terhadap satu elemen termogulasi ini (atau lebih) akan memunculkan kelainan suhu tubuh.
Bayi cukup bulan yang sehat akan menjaga agar tetap terjadi peningkatan laju metabolik guna menghasilkan panas selam beberapa menit hingga beberapa jam, bergantung kepada kondisi lingkungan. Setelah periode ini, sesuai situasinya, cadangan energi bayi akan habis dan kadar oksigen akan segera berkurang.
2.    Gejala Stres Dingin
Efek stres dingin menunjukkan adanya hubungan yang erat antara mekanisme metabolik, kardiopulmonal dan termogulasi. Kondisi yang cendrung membahayakan ini dapat menimbulkan peningkatan konsumsi oksigen; peningkatan pengurasan energi dan penurunan cadangan glikogen; timbulnya asidosis akibat vasokontriksi pulmonal.
Tabel 2.1 Gejala stres dingin
Sianosis sentral
Hipoglikemia
Depresi SSP
Akrosianosis
Tubuh dingin saat disentuh
Bradikardia
Sulit makan
Distensi abdomen
Takipnea
Pernapasan tak teratur
Peningkatan residu
Gelisah
Apnea
Penurunan aktivitas
Penurunan refleks
Timbul bercak di kulit
Letargi
Hipotonia
Isapan yang lemah
Rewel
Menangis lemah

Semuanya akhirnya menyebabkan syok termal yang jika tidak ditangani menyebabkan kematian.
3.    Langkah-Langkah Menghindari Hipotermi
Ellis et al (2006) membuktikan bahwa hipotermia biasanya bersifat iatrogenik dan ada banyak langkah yang dapat kita ambil untuk menghindarinya.
a.    Mekanisme kehilangan panas pada bayi
1)   Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena terjadi penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena stelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
2)   Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila diletakkan di atas benda-benda tersebut.
3)   Konveksi adalah kehilangan cairan tubuh bayi melalui paparan udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang lebih dingin akan mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika konveksi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
4)   Radiasi adalah kehilangan panas bayi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu lebih rendah daripada suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas karena benda-benda yang menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan langsung).
b.    Langkah menghindari hipotermi
1)   Keringkan bayi dengan saksama setelah lahir tanpa membersihkan verniks.
2)   Singkirkan handuk basah.
3)   Pakaikan topi ke kepala bayi.
4)   Dekatkan bayi agar terjadi kontak kulit dengan ibu.
5)   Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
6)   Bila menimbang, alasi timbangan dengan kain hangat.
7)   Hangatkan tangan dan alat sebelum digunakan.
8)   Pastikan pakaian, handuk dan linen sebelum digunakan dalam keadaan hangat.
9)   Jauhkan tempat tidur bayi dari dinding, jendela dan aliran udara.
10)         Sebaiknya, jangan menimbang atau memandikan bayi setidaknya 6 jam setelah lahir[6][7].
4.    Cara Menghangatkan dan Mempertahankan Suhu Tubuh
a.    Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact)
World Health Organization’s Baby Friendly Initiative (BFI) telah mengidentifikasi kontak kulit dengan kulit sebagai faktor utama dalam terciptanya proses menyusui. Cochrane Collaboration Review (Anderson et al, 2006) juga menemukan adanya efek positif kontak kulit dengan kulit dini terhadap proses menyusui pada masa satu hingga tiga bulan pascakelahiran yang secara statistik amat bermakna.
Kehangatan tubuh ibu menjamin bayi untuk tidak perlu menyia-nyiakan energinya yang berharga guna mempertahankan suhu tubuh. Data terbaru menunjukkan bahwa tampaknya ada semacam “sinkronisasi suhu” antara ibu dan bayi ketika sedang berlangsung kontak kulit dengan kulit. Selain itu, sebuah riset dari China (Huang et al 2006) meneliti efek asuhan kulit ke kulit dan asuhan inkubator konvensional pada satu populasi bayi menunjukkan gejala hipotermia setelah seksio sesaria. Rerata suhu grup kulit ke kulit ditemukan sedikit lebih tinggi ketimbang suhu grup kontrol[8].
Bayi dengan kontak kulit, biasanya suhu tubuhnya dipertahankan 36,5-37,5°C (suhu aksiler).
1)   Lekatkan kulit bayi pada kulit ibu, usahakan bayi dalam keadaan telanjang menempel kulit ibu.
2)   Beri kain hangat untuk menutupi bayi dan ibu.
3)   Suhu ruangan minimal 25°C.
4)   Ukur suhu tubuh bayi 2 jam setelah dilakukan kontak kulit.
b.    “Kangaroo Mother Care” (KMC) atau Perawatan Bayi Lekat (PBL)
KMC adalah kontak kulit di antara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan dikombinasi dengan pemberian ASI eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi tetap hangat. KMC dapat dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah pulang[9].
1)   Manfaat KMC
a)    Ikatan emosi ibu dan bayi.
b)   Mempertahankan suhu tubuh bayi.
c)    Posisi bayi tegak akan membantu bayi bernafas secara teratur.
d)   Menyiapkan ibu untuk merawat bayi di rumah.
e)    Melatih ibu cara menyusui yang baik dan benar.
f)    Melatih bayi untuk menghisap dan menelan secara teratur dan terkoordinasi.
2)   Cara KMC yang benar
a)    Letakkan bayi telanjang kecuali popok, topi, dan kaos kaki ke dada ibu di antara ke dua payudara dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan menhadap ke ibu.
b)   Posisi bayi dalam “frog position” yaitu fleksi pada siku dan tangkai, kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak ekstensi.
c)    Tutupi bayi dengan pakaian ibu atau gendongan ditambah selimut yang hangat.
d)   Pastikan ibu dan bayi nyaman, bila ada dapat menggunakan baju khusus.
e)    Bila tidak, ibu dapat menggunakan baju dengan ukuran besar dari badan ibu, dan ibu dapat memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.
f)    Ibu dapat melakukan aktifitas sehari-hari sambil menggendong bayinya.
g)   Susui bayi setiap bayi mau[10].
3)   Keuntungan KMC
a)    Murah, aman dan mudah diterapkan.
b)   Mempertahankan suhu tubuh bayi (kontak kulit dengan kulit)
c)    Proses latihan dan dukungan untuk ibu dan keluarga.
d)   Memperpendek perawatan di RS (bisa pulang lebih awal).
e)    Ibu dapat tetap bebas bergerak untuk aktifitas sehari-hari.
f)    Dapat memantau keadaaan bayi setiap saat[11].

D.  MEMOTONG TALI PUSAT
Dalam Asuhan Persalinan Normal Revisi 2008, memotong tali pusat dilakukan 2 menit setelah bayi lahir. Tali pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat kearah ibu. Lakukan penjepitan kedua pada jarak 2 cm dari jepitan pertama. Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain memotong tali pusat diantara 2 klem dengan menggunakan gunting DTT[12][13].   
Namun, adapun teori yang tetap membiarkan tali pusat tetap utuh dan berdenyut serta plasenta tetap dalam keadaan terletak, darah bayi baru lahir terus beredar, menunjang kesinambungan oksigenasi, perfusi dan koreksi pH (Mercer & Skovgaard, 2002). Ketika sirkusi  tali pusat dipertahankan, Yao et al (1969) mengidentifikasi adanya peningkatan volume darah bayi yang bermakna. Ketika bayi dipertahankan dalam 1 menit maka 50% transfusi darah berlangsung dan 100% dalam 3 menit. Dan Haselhort et al (1930) yang dikutip dalam Peltonen (1981) mencatat bahwa terjadi transfusi darah hingga 82% dalam 5 menit, dan lajunya menjadi tidak terhitung lagi dalam 10 menit.
Tinjauan terhadap bukti-bukti menunjukkan bahwa penundaan penjepitan tali pusat meningkatkan kadar hematokrit vena (Mercer, 2001). Terjadi peningkatan drastis angka (hematokrit vena kurang dari 45%) pada bayi baru lahir yang tali pusatnya dijepit terlalu cepat. Kadar bilirubin plasma menjadi parameter hasil akhir yang lain, dan waktu penjepitan tali pusat tidak mempengaruhi angka hiperbilirubinemia (Cernadas et al, 2006).
Selain itu, ada pasangan yang memilih melakukan kelahiran lotus, yaitu membiarkan agar tali pusat tidak dipotong dan dibiarkan mengering dan terpisah secara alami pada umbilikus bayi (Buckley, 2005)[14].

E.   PERAWATAN TALI PUSAT
Dalam Asuhan Persalian Normal, setelah tali pusat dipotong lalu tali pusat diikat dengan pengikat steril (baby cord clem) atau benang DTT.
Perawatannya dilakukan dengan cara :
1.    Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan apapun / bahan lain ke puntung tali pusat.
2.    Mengoleskan alkohol atau povidon iodine masih diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah/lembab.
3.    Berikan nasehat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi :
a.    Lipat popok di bawah puntung tali pusat.
b.    Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun segera keringkan secara saksama dengan menggunakan kain bersih.
c.    Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa harus ke petugas atau fasilitas kesehatan, jika pusat berdarah, menjadi merah, bernanah dan/atau berbau[15][16].
Sedangkan, perawatan pada kelahiran lotus dilakukan dengan cara :
Plasenta dapat diperas, dikeringkan, diawetkan, dan dibungkus serta diselipkan di samping bayi. Proses transfusi plasenta pada setiap bayi berbeda-beda. Dan tali pusat akan mengering menjadi tendon dalam 48 jam, dan selanjutnya pemisahan dari umbilikus terjadi pada waktu yang bervariasi pada bayi, biasanya antara tiga dan sepuluh hari (Buckley, 2005)[17].


















[1] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinkes, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 (Semarang: Dinkes, 2013), h.62-63.
[2] Setyo Retno Wulandari-Sri Handayani, Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas (Cet.I; Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2011), h.49-50.
[3]Dwi Sunar Prasetyono, Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-Kemanfaatannya (Cet. II; Yogyakarta: DIVA Press, 2012), h.145-146.
[4] Setyo Retno Wulandari-Sri Handayani, op. cit., h.50.
[5] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinkes, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 (Semarang: Dinkes, 2013), h.62-63.
[6] Johariyah-Ema Wahyu Ningrum, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir, (Cet. I; Jakarta: Trans Info Media, 2012), h.169-170.
[7] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dinkes RI, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal, (Cet. I; Jakarta: Dinkes RI, 2008), h.123-124.
[8] Lorna Davies-Julie Richard, “Masa Peralihan Ibu dan Bayi Baru Lahir : Adaptasi dengan Kehidupan Ekstrauteri”dalam Lorna Davies & Sharon McDonald (ed.), Pemeriksaan Kesehatan Bayi Pendekatan Multidimensi, Cet. I (Jakarta : EGC, 2011), h.166-168.
[9] Sudarti-Endang Khoirunnisa, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, (Cet.I; Yogyakarta: Nuha Medika, 2010), h.12-13.
[10] Ibid., h.13-14.
[11] Sudarti-Afroh Fauziah, Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan, (Cet. I; Yogyakarta: Nuha Medika, 2012), h.23-24.
[12] Dinas Kesehatan Republik Indonesia, op. cit., h.126.
[13] Yanti, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Rihama, 2010), h. 156.
[14] Lorna Davies-Julie Richard, op. cit., h. 154-161.
[15] Dinas Kesehatan Republik Indonesia, op. cit., h.126.
[16] Yanti, op. cit., h.174.
[17] Lorna Davies-Julie Richard, op. cit., h.161.







DAFTAR PUSTAKA

Davies, Lorna dan Julie Richard. 2011. “Masa Peralihan Ibu dan Bayi Baru Lahir : Adaptasi dengan Kehidupan Ekstrauteri”dalam Lorna Davies & Sharon McDonald (ed.), Pemeriksaan Kesehatan Bayi Pendekatan Multidimensi (Cet. I). Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal (Cet. I). Jakarta: Dinkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012. Semarang: Dinkes.
Handayani, Sri dan Setyo Retno Wulandari. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas (Cet. I). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Ningrum, Ema Wahyu dan Johariyah. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir (Cet. I). Jakarta: Trans Info Media.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-Kemanfaatannya (Cet. II). Yogyakarta: DIVA Press.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (Cet. IV). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti dan Afroh Fauziah. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan (Cet. I). Yogyakarta: Nuha Medika.
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita (Cet. I). Yogyakarta: Nuha Medika.
Yanti. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan (Cet. I). Yogyakarta: Pustaka Rihama.