ASUHAN KEBIDANAN BBL DAN BALITA
BERDASARKAN EVIDENCE BASED
A. BABY
FRIENDLY
Baby friendly atau dikenal dengan Baby
Friendly Initiative (inisiasi sayang bayi) adalah suatu prakarsa
internasional yang didirikan oleh WHO/ UNICEF pada tahun 1991 untuk
mempromosikan, melindungi dan mendukung inisiasi dan kelanjutan menyusui.
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik.
Program ini mendorong rumah sakit dan fasilitas bersalin yang menawarkan tingkat optimal perawatan untuk ibu dan bayi. Sebuah fasilitas Baby Friendly Hospital/ Maternity berfokus pada kebutuhan bayi dan memberdayakan ibu untuk memberikan bayi mereka awal kehidupan yang baik.
Dalam istilah praktis, rumah sakit sayang bayi mendorong dan
membantu wanita untuk sukses memulai dan terus menyusui bayi mereka dan akan
menerima penghargaan khusus karena telah melakukannya. Sejak awal program,
lebih dari 18.000 rumah sakit di seluruh dunia telah menerapkan program baby friendly. Negara-negara industri
seperti Australia, Austria, Denmark, Finlandia, Jerman, Jepang, Belanda,
Norwegia, Spanyol, Swiss, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat telah resmi di
tetapka sebagai rumah sakit sayang bayi.
Dalam
rangka mencapai program Baby Friendly Inisiative,
semua provider rumah sakit dan fasilitas bersalin harus berpedoman pada sepuluh
langkah menuju keberhasilan menyusui yaitu
1. Sarana
Pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu
(PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.
2. Melakukan
pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan
kebijakan tersebut.
3. Menjelaskan
kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai
sejak masa kehamilan, masa bayi baru lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara
mengatasi kesulitan menyusui.
4. Membantu
ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di
ruang bersalin (inisiasi menyusui). Apabila ibu yang mendapat operasi Caesar,
maka bayi disusui 3 menit setelah ibu sadar.
5. Membantu
ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski
ibu dipisah dari bayi karena indikasi medis.
6. Tidak
memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.
7. Melaksanakan
rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.
8. Membantu
ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi
menyusui.
9. Tidak
memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
10. Mengupayakan
terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok
tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan
kesehatan[1].
B. MEMULAI
PEMBERIAN ASI DINI DAN EKSKLUSIF
1. Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
Protokol evidence based
yang baru telah diperbarui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir
untuk satu jam pertama menyatakan bahwa : bayi harus mendapat kontak kulit ke
kulit dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi
harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali
bayinya siap untuk menyusu serta memberikan bantuan jika diperlukan, menunda
semua produser lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir sampai
dengan inisiasi menyusu selesai dilakukan.
a. Definisi
Inisiasi menyusu dini
(early initation) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri
segera setelah lahir. Cara bayi melakukan inisiasi menyusu dini dinamakan the
best crawl atau merangkak mencari payudara[2].
Menurut Ketua Umum
Sentra Laktasi Indonesia, dr.Utami Roesli, Sp.A,MBA,IBCLC., menjelaskan bahwa
pada IMD, bayilah yang diharapkan berusaha untuk menyusu. Pada jam pertama,
bayi berhasil menemukan payudara ibunya. Inilah awal hubungan menyusui antara
bayi dan ibunya, yang akhirnya berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi.
b. Tata
Laksana IMD
1) Begitu
lahir, bayi diletakkan diatas perut ibu yang sudah dialasi kain kering.
2) Keringkan
seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya.
3) Tali
pusat dipotong lalu diikat.
4) Vernik
(zat lemak putih) yang melekat ditubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena
zat ini membuat nyaman kulit bayi.
5) Tanpa
dibedong, bayi langsung ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak
kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama-sama. Jika perlu bayi
diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. Sering kita
khawatir bayi kedinginan. Menurut penelitian, jika bayi kedinginan, suhu kulit
ibu otomatis akan naik dua derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu
bersifat termoregulator atau termal sinchrony bagi tubuh bayi.
6) Bayi
dibiarkan mencari putting payudara ibu secara mandiri. Ketika itu, ibu dapat
merangsang bayi dengan sentuhan lembut. Biasanya, bayi siap minum ASI pada
30-40 menit setelah dilahirkan.
7) Berbeda
dengan bayi yang lahir dalam kondisi normal bisa menyusu kepada ibunya tanpa
dibantu pada waktu sekitar satu jam, bayi yang lahir dengan operasi caesar kemungkinan keberhasilan IMD
hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan penggunaan obat kimiawi
ataupun medicated labor.
Dalam proses IMD
dibutuhkan kesiapan mental ibu. Ibu tidak boleh merasa risih ketika bayi
diletakkan di atas tubuhnya. Saat inilah, dukungan dari keluarga, terutama
suami, sangat dibutuhkan oleh ibu yang akan melakukan IMD usai melahirkan.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan suami antara lain memberikan perhatian
kepada istri, misalnya mengelus-elus rambut disertai mengungkapkan kalimat yang
menenangkan hati[3].
c. Keuntungan
IMD
1) Bagi
bayi
a) Makanan
dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
b) Memberikan
kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi. Kolostrum adalah
imunisasi pertama bagi bayi.
c) Meningkatkan
kecerdasan.
d) Membantu
bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas.
e) Meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dan bayi.
f) Mencegah
kehilangan panas.
g) Merangsang
kolostrum segera keluar.
2) Bagi
ibu
a) Merangsang
produksi oksitosin dan prolaktin.
b) Meningkatkan
keberhasilan produksi ASI.
c) Meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dan bayi[4].
2. ASI
Eksklusif
Air Susu
Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi
karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan
dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.
ASI
adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam
keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satu-satunya, dalam keadaan sakit
mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu
pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan
tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping
sampai usia 2 (dua) tahun.
Kebijakan
Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan telah ditetapkan
dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air
Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan
makanan dan minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif
adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di
satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Pemberian
ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global.
Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi
tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About
Breast Feeding) merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare
rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan
berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih
besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dll[5].
C. REGULASI
SUHU BAYI BARU LAHIR DENGAN KONTAK KULIT KE KULIT
Termoregulasi
adalah kemampuan bayi untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan kehilangan
panas untuk mempertahankan suhu tubuh dalam “kisaran normal” tertentu.
Kemampuan ini sangat terbatas pada bayi baru lahir. Ini disebabkan ketika bayi
lahir, belum matangnya sistem termoregulasi sehingga membuat bayi rentan
terhadap perubahan suhu lingkungan.
1. Fisiologi
respons terhadap stres dingin
Fisiologi respon
terhadap stres dingin terdiri dari serangkaian reaksi, yang mencakup :
a. Termogenesis
tanpa menggigil : oksidasi jaringan adiposa coklat yang ditimbun sesudah usia
gestasi 28 minggu dan terutama terdapat di sekitar skapula, ginjal, adrenal,
leher dan aksila;
b. Peningkatan
aktivitas otot volunter;
c.
Pelepasan
norepinefrin & tiroksin
|
Akselerasi
metabolisme lemak coklat
|
Meningkatnya
kebutuhan oksigen dan, akibatnya, meningkatnya konsumsi glukosa
|
Stress Dingin
|
Terjadi
hipoglikemia
|
Gambar 2.1 Respon metabolik terhadap stres dingin
(diadaptasi dari Weber, 2006)
Gangguan
terhadap satu elemen termogulasi ini (atau lebih) akan memunculkan kelainan
suhu tubuh.
Bayi
cukup bulan yang sehat akan menjaga agar tetap terjadi peningkatan laju
metabolik guna menghasilkan panas selam beberapa menit hingga beberapa jam,
bergantung kepada kondisi lingkungan. Setelah periode ini, sesuai situasinya,
cadangan energi bayi akan habis dan kadar oksigen akan segera berkurang.
2. Gejala
Stres Dingin
Efek stres dingin
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara mekanisme metabolik,
kardiopulmonal dan termogulasi. Kondisi yang cendrung membahayakan ini dapat
menimbulkan peningkatan konsumsi oksigen; peningkatan pengurasan energi dan
penurunan cadangan glikogen; timbulnya asidosis akibat vasokontriksi pulmonal.
Tabel 2.1 Gejala
stres dingin
Sianosis
sentral
|
Hipoglikemia
|
Depresi
SSP
|
Akrosianosis
|
Tubuh
dingin saat disentuh
|
Bradikardia
|
Sulit
makan
|
Distensi
abdomen
|
Takipnea
|
Pernapasan
tak teratur
|
Peningkatan
residu
|
Gelisah
|
Apnea
|
Penurunan
aktivitas
|
Penurunan
refleks
|
Timbul
bercak di kulit
|
Letargi
|
Hipotonia
|
Isapan
yang lemah
|
Rewel
|
Menangis
lemah
|
Semuanya akhirnya
menyebabkan syok termal yang jika tidak ditangani menyebabkan kematian.
3. Langkah-Langkah
Menghindari Hipotermi
Ellis et al (2006)
membuktikan bahwa hipotermia biasanya bersifat iatrogenik dan ada banyak
langkah yang dapat kita ambil untuk menghindarinya.
a. Mekanisme
kehilangan panas pada bayi
1) Evaporasi
adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena
terjadi penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena stelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan
panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak
segera dikeringkan dan diselimuti.
2) Konduksi
adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya
lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme
konduksi apabila diletakkan di atas benda-benda tersebut.
3) Konveksi
adalah kehilangan cairan tubuh bayi melalui paparan udara sekitar yang lebih
dingin. Bayi yang dilahirkan atau ditempatkan di dalam ruangan yang lebih
dingin akan mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika
konveksi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.
4) Radiasi
adalah kehilangan panas bayi karena bayi ditempatkan di dekat benda-benda yang
mempunyai suhu lebih rendah daripada suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan
panas karena benda-benda yang menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak
bersentuhan langsung).
b. Langkah
menghindari hipotermi
1) Keringkan
bayi dengan saksama setelah lahir tanpa membersihkan verniks.
2) Singkirkan
handuk basah.
3) Pakaikan
topi ke kepala bayi.
4) Dekatkan
bayi agar terjadi kontak kulit dengan ibu.
5) Selimuti
bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat.
6) Bila
menimbang, alasi timbangan dengan kain hangat.
7) Hangatkan
tangan dan alat sebelum digunakan.
8) Pastikan
pakaian, handuk dan linen sebelum digunakan dalam keadaan hangat.
9) Jauhkan
tempat tidur bayi dari dinding, jendela dan aliran udara.
4. Cara
Menghangatkan dan Mempertahankan Suhu Tubuh
a. Kontak
kulit dengan kulit (skin to skin contact)
World
Health Organization’s Baby Friendly Initiative (BFI) telah mengidentifikasi
kontak kulit dengan kulit sebagai faktor utama dalam terciptanya proses
menyusui. Cochrane Collaboration Review (Anderson et al, 2006) juga menemukan
adanya efek positif kontak kulit dengan kulit dini terhadap proses menyusui
pada masa satu hingga tiga bulan pascakelahiran yang secara statistik amat
bermakna.
Kehangatan
tubuh ibu menjamin bayi untuk tidak perlu menyia-nyiakan energinya yang
berharga guna mempertahankan suhu tubuh. Data terbaru menunjukkan bahwa
tampaknya ada semacam “sinkronisasi suhu” antara ibu dan bayi ketika sedang
berlangsung kontak kulit dengan kulit. Selain itu, sebuah riset dari China
(Huang et al 2006) meneliti efek asuhan kulit ke kulit dan asuhan inkubator
konvensional pada satu populasi bayi menunjukkan gejala hipotermia setelah
seksio sesaria. Rerata suhu grup kulit ke kulit ditemukan sedikit lebih tinggi
ketimbang suhu grup kontrol[8].
Bayi
dengan kontak kulit, biasanya suhu tubuhnya dipertahankan 36,5-37,5°C (suhu
aksiler).
1) Lekatkan
kulit bayi pada kulit ibu, usahakan bayi dalam keadaan telanjang menempel kulit
ibu.
2) Beri
kain hangat untuk menutupi bayi dan ibu.
3) Suhu
ruangan minimal 25°C.
4) Ukur
suhu tubuh bayi 2 jam setelah dilakukan kontak kulit.
b. “Kangaroo
Mother Care” (KMC) atau Perawatan Bayi Lekat (PBL)
KMC adalah kontak kulit
di antara ibu dan bayi secara dini, terus-menerus dan dikombinasi dengan
pemberian ASI eksklusif. Tujuannya adalah agar bayi tetap hangat. KMC dapat
dilakukan di rumah sakit atau di rumah setelah pulang[9].
1) Manfaat
KMC
a) Ikatan
emosi ibu dan bayi.
b) Mempertahankan
suhu tubuh bayi.
c) Posisi
bayi tegak akan membantu bayi bernafas secara teratur.
d) Menyiapkan
ibu untuk merawat bayi di rumah.
e) Melatih
ibu cara menyusui yang baik dan benar.
f) Melatih
bayi untuk menghisap dan menelan secara teratur dan terkoordinasi.
2) Cara
KMC yang benar
a) Letakkan
bayi telanjang kecuali popok, topi, dan kaos kaki ke dada ibu di antara ke dua
payudara dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan menhadap ke ibu.
b) Posisi
bayi dalam “frog position” yaitu fleksi pada siku dan tangkai, kepala dan dada
bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak ekstensi.
c) Tutupi
bayi dengan pakaian ibu atau gendongan ditambah selimut yang hangat.
d) Pastikan
ibu dan bayi nyaman, bila ada dapat menggunakan baju khusus.
e) Bila
tidak, ibu dapat menggunakan baju dengan ukuran besar dari badan ibu, dan ibu
dapat memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar bayi tidak jatuh.
f) Ibu
dapat melakukan aktifitas sehari-hari sambil menggendong bayinya.
g) Susui
bayi setiap bayi mau[10].
3) Keuntungan
KMC
a) Murah,
aman dan mudah diterapkan.
b) Mempertahankan
suhu tubuh bayi (kontak kulit dengan kulit)
c) Proses
latihan dan dukungan untuk ibu dan keluarga.
d) Memperpendek
perawatan di RS (bisa pulang lebih awal).
e) Ibu
dapat tetap bebas bergerak untuk aktifitas sehari-hari.
f) Dapat
memantau keadaaan bayi setiap saat[11].
D. MEMOTONG
TALI PUSAT
Dalam
Asuhan Persalinan Normal Revisi 2008, memotong tali pusat dilakukan 2 menit
setelah bayi lahir. Tali pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari
dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan
dua jari kemudian dorong isi tali pusat kearah ibu. Lakukan penjepitan kedua
pada jarak 2 cm dari jepitan pertama. Pegang tali pusat diantara kedua klem
tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi,
tangan yang lain memotong tali pusat diantara 2 klem dengan menggunakan gunting
DTT[12][13].
Namun,
adapun teori yang tetap membiarkan tali pusat tetap utuh dan berdenyut serta
plasenta tetap dalam keadaan terletak, darah bayi baru lahir terus beredar,
menunjang kesinambungan oksigenasi, perfusi dan koreksi pH (Mercer &
Skovgaard, 2002). Ketika sirkusi tali
pusat dipertahankan, Yao et al (1969) mengidentifikasi adanya peningkatan volume
darah bayi yang bermakna. Ketika bayi dipertahankan dalam 1 menit maka 50%
transfusi darah berlangsung dan 100% dalam 3 menit. Dan Haselhort et al (1930)
yang dikutip dalam Peltonen (1981) mencatat bahwa terjadi transfusi darah
hingga 82% dalam 5 menit, dan lajunya menjadi tidak terhitung lagi dalam 10
menit.
Tinjauan
terhadap bukti-bukti menunjukkan bahwa penundaan penjepitan tali pusat
meningkatkan kadar hematokrit vena (Mercer, 2001). Terjadi peningkatan drastis
angka (hematokrit vena kurang dari 45%) pada bayi baru lahir yang tali pusatnya
dijepit terlalu cepat. Kadar bilirubin plasma menjadi parameter hasil akhir
yang lain, dan waktu penjepitan tali pusat tidak mempengaruhi angka
hiperbilirubinemia (Cernadas et al, 2006).
Selain
itu, ada pasangan yang memilih melakukan kelahiran lotus, yaitu membiarkan agar
tali pusat tidak dipotong dan dibiarkan mengering dan terpisah secara alami
pada umbilikus bayi (Buckley, 2005)[14].
E. PERAWATAN
TALI PUSAT
Dalam Asuhan Persalian Normal, setelah
tali pusat dipotong lalu tali pusat diikat dengan pengikat steril (baby cord
clem) atau benang DTT.
Perawatannya
dilakukan dengan cara :
1. Jangan
membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan apapun / bahan lain ke puntung
tali pusat.
2. Mengoleskan
alkohol atau povidon iodine masih diperkenankan, tetapi tidak dikompreskan
karena menyebabkan tali pusat basah/lembab.
3. Berikan
nasehat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi :
a. Lipat
popok di bawah puntung tali pusat.
b. Jika
puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun segera
keringkan secara saksama dengan menggunakan kain bersih.
c. Jelaskan
pada ibu dan keluarga bahwa harus ke petugas atau fasilitas kesehatan, jika
pusat berdarah, menjadi merah, bernanah dan/atau berbau[15][16].
Sedangkan,
perawatan pada kelahiran lotus dilakukan dengan cara :
Plasenta dapat diperas, dikeringkan,
diawetkan, dan dibungkus serta diselipkan di samping bayi. Proses transfusi
plasenta pada setiap bayi berbeda-beda. Dan tali pusat akan mengering menjadi
tendon dalam 48 jam, dan selanjutnya pemisahan dari umbilikus terjadi pada
waktu yang bervariasi pada bayi, biasanya antara tiga dan sepuluh hari
(Buckley, 2005)[17].
[1]
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinkes, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 (Semarang: Dinkes,
2013), h.62-63.
[2]
Setyo Retno Wulandari-Sri Handayani, Asuhan
Kebidanan Ibu Masa Nifas (Cet.I; Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2011),
h.49-50.
[3]Dwi
Sunar Prasetyono, Buku Pintar ASI
Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-Kemanfaatannya (Cet. II;
Yogyakarta: DIVA Press, 2012), h.145-146.
[4]
Setyo Retno Wulandari-Sri Handayani, op.
cit., h.50.
[5]
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinkes, Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 (Semarang: Dinkes, 2013), h.62-63.
[6]
Johariyah-Ema Wahyu Ningrum, Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir, (Cet. I; Jakarta: Trans
Info Media, 2012), h.169-170.
[7]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dinkes RI, Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal, (Cet. I; Jakarta: Dinkes
RI, 2008), h.123-124.
[8]
Lorna Davies-Julie Richard, “Masa Peralihan Ibu dan Bayi Baru Lahir : Adaptasi
dengan Kehidupan Ekstrauteri”dalam Lorna Davies & Sharon McDonald (ed.), Pemeriksaan Kesehatan Bayi Pendekatan
Multidimensi, Cet. I (Jakarta : EGC, 2011), h.166-168.
[9]
Sudarti-Endang Khoirunnisa, Asuhan
Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak Balita, (Cet.I; Yogyakarta: Nuha Medika,
2010), h.12-13.
[10]
Ibid., h.13-14.
[11]
Sudarti-Afroh Fauziah, Asuhan Kebidanan
Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan, (Cet. I; Yogyakarta: Nuha Medika,
2012), h.23-24.
[12]
Dinas Kesehatan Republik Indonesia, op.
cit., h.126.
[13]
Yanti, Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Persalinan, (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Rihama, 2010), h. 156.
[14] Lorna
Davies-Julie Richard, op. cit., h.
154-161.
[15]
Dinas Kesehatan Republik Indonesia, op.
cit., h.126.
[16]
Yanti, op. cit., h.174.
[17] Lorna
Davies-Julie Richard, op. cit.,
h.161.
DAFTAR PUSTAKA
Davies, Lorna dan Julie Richard. 2011. “Masa
Peralihan Ibu dan Bayi Baru Lahir : Adaptasi dengan Kehidupan Ekstrauteri”dalam
Lorna Davies & Sharon McDonald (ed.), Pemeriksaan
Kesehatan Bayi Pendekatan Multidimensi (Cet. I). Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal (Cet.
I). Jakarta: Dinkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2012. Semarang: Dinkes.
Handayani, Sri dan Setyo Retno Wulandari. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas (Cet. I).
Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Ningrum, Ema Wahyu dan Johariyah. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan &
Bayi Baru Lahir (Cet. I). Jakarta: Trans Info Media.
Prasetyono, Dwi Sunar. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-Kemanfaatannya
(Cet. II). Yogyakarta: DIVA Press.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (Cet.
IV). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti dan Afroh Fauziah. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan (Cet. I).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak
Balita (Cet. I). Yogyakarta: Nuha Medika.
Yanti. 2010. Buku
Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan (Cet. I). Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Casino City, Dublin, Ireland - Mapyro
BalasHapusWelcome to Casino City, 청주 출장마사지 Dublin, Ireland, just 100 km from GDS. We've got over 3000 online slots and 광주 출장샵 poker games, 원주 출장샵 so make sure to check out our mobile 안산 출장마사지 Rating: 8.1/10 보령 출장마사지 · 2,182 votes