Senin, 05 Mei 2014

Metode Operatif Wanita (MOW)

Metode Operatif Wanita (MOW)
1.    Pengertian MOW
Metode Operatif Wanita (MOW) adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003 ;h. MK-78).
2.    Syarat MOW
a.    Syarat Sukarela
Calon peserta secara sukarela, tetap memilih kontrasepsi ini setelah diberi konseling mengenai jenis-jenis kontrasepsi, efek samping, keefektifan, serta telah diberikan waktu untuk berpikir lagi.
b.    Syarat Bahagia
Setelah syarat sukarela terpenuhi, maka perlu dinilai pula syarat kebahagiaan keluarga. Yang meliputi terikat dalam perkawinan yang syah dan harmonis, memiliki sekurang-kurangnya dua anak yang hidup dan sehat baik fisik maupun mental, dan umur istri sekitar 25 tahun (kematangan kepribadian).
c.    Syarat Sehat
Setelah syarat bahagia dipenuhi, maka syarat kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan.
(Handayani, 2010; h. 182-3).
3.    Jenis MOW
a.    Minilaparotomi
Dapat dilakukan dengan :
1)    Sub-umbilikal /Infra-umbilikal (Post-Partum), dilakukan insisi transversal 1-3 cm sub- umbilikal/ infraumbilikal, lapis demi lapis. Lalu mengeluarkan tuba fallopii dari luka insisi atau memakai Ramathibodi tubal hook dan oklusi tuba fallopii.
2)    Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel
a)    Post-abortus
b)    Interval
Dilakukan pada saat bukan post-partum atau post-abotus.
Minilaparatomi Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel dilakukan dengan insisi transversal 1,5-3 cm diatas symphysis pubis, lapis demi lapis. Manipulasi uterus dilakukan dengan Ramathibodi uterus elevator, sehingga fundus uteri terangkat dan dapat diputar kearah luka insisi dan tuba dapat dikeluarkan (bisa dengan Ramathibodi tubal hook) atau dengan memasukkan proctoscope ke dalam luka insisi dan dapat dilakukan oklusi tuba fallopii.
b.    Laparoskopi
Laparoskopi merupakan gabungan dari dua tindakan yaitu laparoskopi dan oklusi tuba fallopi. Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga peritoneum dengan alat laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior abdomen.
Pada laparaskopi dikenal 2 jenis laparaskopi yaitu :
1)    Open laparoscopy (Laparoskopi terbuka), merupakan kombinasi antara Mini-laparatomi dan laparoskopi standard. Rongga peritoneum dicapai melalui insisi lapis demi lapis dinding perut   sambil melihat langsung, kemudian dimasukkan tabung trocar ke dalam rongga abdomen melalui luka insisi tadi dan pinggir-pinggir luka insisi dijahitkan sekeliling tabung trocar sehingga menjadi kedap udara. Tabung trocar berfungsi sebagai jalan untuk memasukkan gas dan laparoskopnya. Cara ini mengurangi resiko perlukaan usus atau pembuluh darah. 
2)    Closed laparoscopy (Laparoskopi tertutup). Setelah insisi superfisial kulit dinding abdomen, dimasukkan jarum Verres atau Tuohy ke dalam rongga abdomen untuk menimbulkan pneumo-peritoneum, kemudian dimasukkan trocar dengan tabungnya melalui insisi superfisial tersebut. Trocar tersebut kemudian dikeluarkan dan laparoskop dimasukkan melalui tabung trocar. Seluruh prosedur tersebut diatas dilakukan tanpa melihat secara langsung, sehingga resiko perlukaan usus atau pembuluh darah lebih besar.
c.    Laparotomi
Laparotomi tidak dianjurkan karena memerlukan insisi yang panjang dan anestesi umum. Kontrasepsi ini hanya dapat digunakan bila kontrasepsi lainnya gagal dan timbul komplikasi sehingga memerlukan insisi yang lebih besar.
(Hartanto, 2003; h.247.252).
4.    Mekanisme Kerja MOW
Dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Saifuddin, 2003; h.MK-78).
 5.    Efektifitas MOW
MOW adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus, yang berarti efektivitasnya 99,4-99,8% per 100 wanita per tahun (Everett, 2007;h.252).
6.    Manfaat
a.    Kontrasepsi
1)    Sangat efektif.
2)    Permanen.
3)    Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
4)    Tidak bergantung pada faktor senggama.
5)    Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
6)    Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
7)    Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
8)    Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
b.    Nonkontrasepsi
Berkurangnya risiko kanker ovarium.
(Saifuddin, 2003;h.MK-79).
7.    Keterbatasan MOW
a.    Membutuhkan pertimbangan klien karena bersifat permanen.
b.    Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c.    Resiko komplikasi meningkat bila menggunakan anestesi umum.
d.     Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek.
e.    Dilakukan oleh dokter terlatih.
f.     Tidak melindungi diri dari IMS, HBV dan HIV/AIDS.
(Saifuddin, 2003; h.MK-79).
8.    Indikasi MOW
a.    Wanita pada usia > 26 tahun.
b.    Wanita dengan paritas > 2.
c.    Yakin telah mempunyai besar keluarga yang dikehendaki.
d.    Wanita yang pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
e.    Wanita pascapersalinan.
f.     Wanita pascakeguguran.
g.    Wanita yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
(Handayani, 2010; h.183).
9.    Kontraindikasi MOW
a.    Wanita hamil atau dicurigai hamil.
b.    Wanita dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c.    Wanita dengan infeksi sistemik atau pelvic yang akut.
d.    Wanita yang tidak boleh menjalani pembedahan.
e.    Wanita yang kurang pasti mengenai keinginan fertilitas di masa depan.
f.     Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis.
(Handayani, 2010; h.183). 
10.  Waktu MOW
a.    Setiap saat selama siklus menstruasi bila diyakini bahwa klien tidak hamil atau dicurigai hamil.
b.    Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase perforase).
c.    Pascapersalinan
1)    Mini-laparotomi : 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
2)    Laparoskopi : tidak tepat.
d.    Pascakeguguran
1)   Triwulan pertama : 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (mini-laparotomi atau laparoskopi).
2)    Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik ( mini-laparotomi saja).
(Saifuddin, 2003; h.MK-80-1).
11.  Tanda-tanda Komplikasi Pasca MOW
a.    Terdapat infeksi luka.
b.    Demam pascaoperasi (>38˚C).
c.    Terdapat luka pada kandung kemih, intestinal.
d.    Hematoma pada subkutan.
e.    Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi.
f.     Rasa sakit pada lokasi pembedahan.
g.    Perdarahan superficial ( tepi-tepi kulit atau subkutan).
(Saifuddin, 2003; h.MK-81).
12.  Persiapan Pre-Operatif
a.    Informed consent
b. Riwayat medis/kesehatan, yang meliputi : penyakit-penyakit pelvis, adhesi/perlekatan, pernah mengalami operasi abdominal/operasi pelvis, riwayat diabetes mellitus, penyakit paru-paru (asma, bronchitis, emphysema), obesitas, pernah mengalami problem dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan medikamentosa pada saat ini.
c.    Pemeriksaan fisik harus meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi, serta pemeriksaan kandungan untuk menemukan kelainan-kelainan.
d.    Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine, dan pap smear.
(Hartanto, 2003; h. 244).
13.  Konseling Pasca MOW
a.    Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO2 atau udara) dibawah diafragma, sekunder terdapat pneumoperitoneum.
b.    Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa.
c.    MOW tidak memberikan perlindungan terhadap IMS, HIV/AIDS. Bila termasuk pasangan sebaiknya menggunakan kondom setelah operasi.  
d.    Jaga luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepaskan dan memulai aktivitas normal dalam waktu 7 hari setelah pembedahan.
e.    MOW efektif setelah operasi.
f.     Hindari hubungan intim hingga merasa nyaman dan hentikan bila ada perasaan kurang nyaman.
g.    Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
h.    Bila sakit, minum 1 atau 2 tablet analgesik setiap 4 sampai 6 jam.
i.      Kunjungan pemeriksaan rutin antar 7 dan 14 hari setelah pembedahan.
j. Dapat kontrol bila ada tanda-tanda yang tidak biasa atau mengarah pada komplikasi.
(Arum, 2009; h.168-9).  

Minggu, 04 Mei 2014

PERSALINAN NORMAL


PERSALINAN NORMAL 

a)   Pengertian
Persalinan normal (spontan) adalah persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui jalan lahir ibu tersebut (Yanti, 2010, hal. 3).
Persalinan dikatakan normal (spontan) jika bayi yang dilahirkan berada pada posisi letak belakang kepala dan berlangsung tanpa bantuan alat-alat atau pertolongan, serta tidak melukai ibu dan bayi. Pada umumnya proses ini berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Sondakh, 2013, hal. 2). 
b)   Tanda persalinan
(1)  His persalinan
Timbulnya his persalinan yang memiliki sifat antara lain :
(a)  Nyeri yang melingkar dari punggung menjalar ke perut depan.
(b) Sifatnya teratur, interval makin pendek, dan intensitas makin kuat.
(c)  Makin beraktivitas (jalan), intensitas makin bertambah.
(d) Mempengaruhi pendataran dan pembukaan serviks
(2)  Bloody show atau pengeluaran lendir disertai darah
Dengan adanya pendataran dan pembukaan serviks, lendir dari canalis cervikalis keluar dengan disertai darah yang disebabkan oleh lepasnya selaput janin pada bagian bawah segmen bawah rahim dan akibat pecahnya kapiler pembuluh darah.
(3)  Pengeluaran cairan
Sering disebut premature rupture of  membrane atau pecah ketuban yang merupakan keluarnya cairan banyak dengan sekonyong-konyong dari jalan lahir. Sebagian besar kasus, terjadi pada pembukaan lengkap atau hamper lengkap. Setelah adanya pecah ketuban, diharapkan proses persalinan akan berlangsung kurang dari 24 jam.
(4)  Hasil-hasil yang didapatkan pada pemeriksaan dalam
Berupa perlunakan serviks, pendataran serviks dan pembukaan serviks.
c)   Tahapan persalinan
(1)      Kala I (Kala Pembukaan)
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang aturan dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu (pembukaan) pada primigravida berlangsung ± 12 jam dan pada multigravida ± 8 jam. Kala satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.

(a)      Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
(b)     Fase aktif
Fase dengan frekuensi dan lama kontraksi uterus yang semakin meningkat secara bertahap dari pembukaan 4 cm hingga pembukaan lengkap atau 10 cm serta ada penurunan bagian terbawah janin.
Fase aktif dibedakan atas :
1.    Fase akselerasi (percepatan), terjadi dalam waktu 2 jam dari pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2.    Fase dilatasi maksimal, terjadi dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
3.    Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

(2)  Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Lama kala dua (pengeluaran janin) pada primigravida berlangsung selama 2 jam sedangkan pada multigravida berlangsung selama 1 jam.
Tindakan yang dilakukan bidan :
(a)      Memastikan ada tanda gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka)
(b)     Menyiapkan pertolongan persalinan (kelengkapan persalinan, bahan dan obat-obatan)
(c)      Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
(d)     Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran
(e)      Mempersiapkan pertolongan kelahiran bayi
(f)      Saat kepala bayi tampak 5-6 cm membuka vulva, maka lindungi perineum dengan satu tangan dan tangan yang lain menahan kepala bayi agar tidak defleksi dan membantu lahirnya kepala.
(g)     Memeriksa lilitan tali pusat pada leher
(h)     Menunggu putar luar
(i)       Melahirkan bahu bayi dengan memegang secara biparietal
(j)       Melahirkan badan dan tungkai dengan sangga susur
(k)     Melakukan penilaian bayi baru lahir
(l)       Mengeringkan tubuh bayi kecuali bagian tangan dan biarkan bayi berada di atas perut ibu dengan ditutupi kain atau selimut.
(m)   Memotong tali pusat
(3)      Kala III (Kala Pelepasan Plasenta)
Kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Lama persalinan kala tiga kurang dari 30 menit.
Tanda-tanda lepasnya plasenta :
(a)    Perubahan bentuk dan tinggi fundus
(b)   Tali pusat memanjang
(c)    Semburan darah mendadak dan singkat
Manajemen aktif kala tiga :
(a)    Setelah memastikan janin tunggal, lakukan pemberian suntikan oksitosin 10 IU secara IM dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
(b)   Melakukan peregangan tali pusat terkendali dengan diikuti tekanan dorsokranial di atas simfisis pubis.
(c)    Masase fundus uteri dengan gerakkan tangan memutar pada fundus sehingga berkontraksi dan memeriksa placenta serta selaputnya untuk memastikan lengkap dan utuh.
(4) Kala IV ( Kala Pengawasan/Observasi/Pemulihan)
Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu.
Beberapa tindakan penatalaksanaan kala empat antara lain :
(a)    Memonitor konsistensi uterus dengan masase dan evaluasi tinggi fundus
(b)   Mengecek kelengkapan plasenta dan membran
(c)    Mengecek status kandung kemih
(d)   Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi
(e)    Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
(f)    Memeriksa predarahan dari perineum atau robekan   
(g)   Pencegahan infeksi
(h) Pemantauan (evaluasi) keadaan umum ibu