Selasa, 21 April 2015

KONSEP ETIKA MORAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN



KONSEP ETIKA MORAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

A.    PENGERTIAN
1.      ETIKA
Istilah etika yang kita gunakan sehari-hari pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral yaitu “mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan atau perkembangan norma/ nilai. Dikatakan “kurun waktu tertentu” karena etika dan morla akan berubah dengan lewatnya waktu.
Etika ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelaajari tentang baik atau buruk sikap dan tindakan manusia.
Menurut bahasa, Etika diartikan sebagai beikut :
a.       Menurut bahasa Yunani berasal dari “Ethos”, yang berarti kebiasaan atau tingkah laku
b.      Menurut bahasa Inggris berasal dari “Ethis”, yang berarti tingkah laku,/ perilaku manusia yang baik dimana tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Sedangkan dalam konteks lain secara luas dinyatakan bahwa :
Etika adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya.
Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep yang membimbing makluk hidup untuk berpikir da bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka. Etika sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau buruk.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, penyelesaiannya baik atau tidak.
Menurut K. Bertens :
a.       Kata etika dapat digunakan dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b.      Etika berarti kumpulan asas atau moral, yang dimaksud adalah kode etik.
c.       Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.

Kesimpulan :
Etika diartikan “Sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehendak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan.”


2.      ETIKET
Etika berasal dari bahasa Perancis yaitu “Etiquette” yang berawal dari suatu kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau bangasawan. Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata karma yang harus dipatuhi, sepperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau resmi.
Etiket merupakan ajaran sopan santun yang berlaku bila manusia bergaul atau berkelompok dengan manusia lain. Etiket ini berkaitan dengan nilai soppan santun serta tata karma dalam pergaulan formal. Etiket tidak berlaku bila seorang manusia hidup sendiri misalnya hidup di pulau terpencil atau di tengah hutan.
Kesimpulan :
Etiket adalah kumpulan tata cara, aturan sopan santun dan sikap baik dalam pergaulan antara manusia yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku di dalam masyarakat yang baik dan beradab.

3.      MORAL
Moral berasal dari bahasa Latin yaitu “mos (jamak: mores),” yang berarti kebiasaan atau adat. Kata mores dipakai dalam banyak bahasa masih dalam arti yang sama, termasuk bahasa Indonesia.
a.      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, moral berarti :
1)      Ajaran tertentu baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila, dsb.
2)      Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb. Isi hati atau keadaaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan.
3)      Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita.
b.      Dalam Ensiklopedia Pendidikan (Prof. Dr. Soeganda Paoerbacaraka), moral berarti:
1)      Suatu istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-maksud, pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik/ buruk, benar/ salah.
2)      Lawannya amoral.
3)      Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik/ benar itu lebih daripada yang buruk/ salah.

Berdasarkan sumber dan sifatnya, moral dibedakan atas:
a.       Moral sekuler, yaitu moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
b.      Moral keagamaan, yaitu moral yang dijalankan semua orang sesuai dengan kepercayaan masing-masing yang dianut dengan mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral.
Kesimpulan :
Moral adalah mengenai apa yang dinilai seharusnya oleh masyarakat dan etika dapat diartikan sebagai moral yang ditujukan kepada profesi.
Moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas dan moral juga bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Moral tidak hanya berhubungan dengan larangan seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari.

4.      ETIKA MORAL

5.      ETIKA PROFESI BIDAN
Etika dalam pelayanan kebidanan merupakan issue utama diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi pelayanan kebidanan terhadap etika. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan kebidanan. Bidan sebagai praktisi pelayanan harus menjaga perkembangan praktik berdasarkan evidence based. Dimensi etika dan bagaimana pendekatan tentang etika yang merupakan hal penting untuk digali dan dipahami. Etika profesi bidan merupakan norma-norma atau perilaku bertindak bagi bidan dalam melayani kesehatan masyarakat.
Etika profesi bidan adalah perilaku seorang bidan dalam menjalankan segala tugasnya sesuai dengan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki. Etika profesi bidan juga merupakan suatu pernyataan komperhensif dari profesi bidan yang memberikan tuntutan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealism dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
Kesimpulan :
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

6.      BIOETIKA
Bioetika berasal dari bahasa Yunani yaitubios (hidup) dan “ethike” (apa yang seharusnya dilakukan manusia) yang diartikan sebagai kajian etika mengenai isu sosial dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis.
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etika, menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik, hukum, dan theology.
Arti Bioetika dibedakan atas :
a.       Artian yang lebih sempit, bioetika merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia.
b.      Artian yang lebih luas, bioetika mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetika antara lain peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, dan pemberian pelayanan kesehatan.
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan teknologi hayati terutama di bidang medis yang berhubungan erat dan atau menjadikan manusia sebagai objeknya.
Kesimpulan:
Bioetika lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan modern, serta aplikasi teori etika dan prinsip etika terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan.

B.     FUNGSI ETIKA DAN MORAL DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
1.      Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2.      Menjaga agar selalu melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang merugikan atau membahayakan orang lain.
3.      Menjaga privasi setiap individu.
4.      Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan profesinya.
5.      Dengan etik maka dapat diketahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima atau tidak dan apa alasannya.
6.      Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah.
7.      Menghasilkan tindakan yang benar.
8.      Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya.
9.      Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/ perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10.  Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11.  Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12.  Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13.  Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi.
14.  Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi.

C.    NILAI-NILAI ESENSIAL PROFESI
Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan suatu proyek termasuk di dalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktik keperawatan professional. Perkumpulan ini mengidentifikasi 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan professional, yaitu :
1.      Aesthetics (keindahan), yaitu kualitas objek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
2.      Alturism (mengutamakan orang lain), yaitu kesedihan memperhatikan kesejahteraan orang lain termasuk masalah keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
3.      Equality (kesetaraan), yaitu memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi.
4.      Freedom (kebebasan), yaitu memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5.      Human dignity (martabat manusia), yaitu berhubungan dengan penghargaan yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan, kebaikan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.
6.      Justice (keadilan), yaitu menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk obyektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7.      Truth (kebenaran), yaitu menerima kenyataan dan realita, termasuk akuntabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.

Senin, 05 Mei 2014

Metode Operatif Wanita (MOW)

Metode Operatif Wanita (MOW)
1.    Pengertian MOW
Metode Operatif Wanita (MOW) adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003 ;h. MK-78).
2.    Syarat MOW
a.    Syarat Sukarela
Calon peserta secara sukarela, tetap memilih kontrasepsi ini setelah diberi konseling mengenai jenis-jenis kontrasepsi, efek samping, keefektifan, serta telah diberikan waktu untuk berpikir lagi.
b.    Syarat Bahagia
Setelah syarat sukarela terpenuhi, maka perlu dinilai pula syarat kebahagiaan keluarga. Yang meliputi terikat dalam perkawinan yang syah dan harmonis, memiliki sekurang-kurangnya dua anak yang hidup dan sehat baik fisik maupun mental, dan umur istri sekitar 25 tahun (kematangan kepribadian).
c.    Syarat Sehat
Setelah syarat bahagia dipenuhi, maka syarat kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan.
(Handayani, 2010; h. 182-3).
3.    Jenis MOW
a.    Minilaparotomi
Dapat dilakukan dengan :
1)    Sub-umbilikal /Infra-umbilikal (Post-Partum), dilakukan insisi transversal 1-3 cm sub- umbilikal/ infraumbilikal, lapis demi lapis. Lalu mengeluarkan tuba fallopii dari luka insisi atau memakai Ramathibodi tubal hook dan oklusi tuba fallopii.
2)    Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel
a)    Post-abortus
b)    Interval
Dilakukan pada saat bukan post-partum atau post-abotus.
Minilaparatomi Supra-pubis/Mini-Pfannenstiel dilakukan dengan insisi transversal 1,5-3 cm diatas symphysis pubis, lapis demi lapis. Manipulasi uterus dilakukan dengan Ramathibodi uterus elevator, sehingga fundus uteri terangkat dan dapat diputar kearah luka insisi dan tuba dapat dikeluarkan (bisa dengan Ramathibodi tubal hook) atau dengan memasukkan proctoscope ke dalam luka insisi dan dapat dilakukan oklusi tuba fallopii.
b.    Laparoskopi
Laparoskopi merupakan gabungan dari dua tindakan yaitu laparoskopi dan oklusi tuba fallopi. Laparoskopi adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam rongga peritoneum dengan alat laparoskop yang dimasukkan melalui dinding anterior abdomen.
Pada laparaskopi dikenal 2 jenis laparaskopi yaitu :
1)    Open laparoscopy (Laparoskopi terbuka), merupakan kombinasi antara Mini-laparatomi dan laparoskopi standard. Rongga peritoneum dicapai melalui insisi lapis demi lapis dinding perut   sambil melihat langsung, kemudian dimasukkan tabung trocar ke dalam rongga abdomen melalui luka insisi tadi dan pinggir-pinggir luka insisi dijahitkan sekeliling tabung trocar sehingga menjadi kedap udara. Tabung trocar berfungsi sebagai jalan untuk memasukkan gas dan laparoskopnya. Cara ini mengurangi resiko perlukaan usus atau pembuluh darah. 
2)    Closed laparoscopy (Laparoskopi tertutup). Setelah insisi superfisial kulit dinding abdomen, dimasukkan jarum Verres atau Tuohy ke dalam rongga abdomen untuk menimbulkan pneumo-peritoneum, kemudian dimasukkan trocar dengan tabungnya melalui insisi superfisial tersebut. Trocar tersebut kemudian dikeluarkan dan laparoskop dimasukkan melalui tabung trocar. Seluruh prosedur tersebut diatas dilakukan tanpa melihat secara langsung, sehingga resiko perlukaan usus atau pembuluh darah lebih besar.
c.    Laparotomi
Laparotomi tidak dianjurkan karena memerlukan insisi yang panjang dan anestesi umum. Kontrasepsi ini hanya dapat digunakan bila kontrasepsi lainnya gagal dan timbul komplikasi sehingga memerlukan insisi yang lebih besar.
(Hartanto, 2003; h.247.252).
4.    Mekanisme Kerja MOW
Dengan mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Saifuddin, 2003; h.MK-78).
 5.    Efektifitas MOW
MOW adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif dengan angka kegagalan 1-5 per 100 kasus, yang berarti efektivitasnya 99,4-99,8% per 100 wanita per tahun (Everett, 2007;h.252).
6.    Manfaat
a.    Kontrasepsi
1)    Sangat efektif.
2)    Permanen.
3)    Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
4)    Tidak bergantung pada faktor senggama.
5)    Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
6)    Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
7)    Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
8)    Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
b.    Nonkontrasepsi
Berkurangnya risiko kanker ovarium.
(Saifuddin, 2003;h.MK-79).
7.    Keterbatasan MOW
a.    Membutuhkan pertimbangan klien karena bersifat permanen.
b.    Klien dapat menyesal di kemudian hari.
c.    Resiko komplikasi meningkat bila menggunakan anestesi umum.
d.     Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek.
e.    Dilakukan oleh dokter terlatih.
f.     Tidak melindungi diri dari IMS, HBV dan HIV/AIDS.
(Saifuddin, 2003; h.MK-79).
8.    Indikasi MOW
a.    Wanita pada usia > 26 tahun.
b.    Wanita dengan paritas > 2.
c.    Yakin telah mempunyai besar keluarga yang dikehendaki.
d.    Wanita yang pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
e.    Wanita pascapersalinan.
f.     Wanita pascakeguguran.
g.    Wanita yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
(Handayani, 2010; h.183).
9.    Kontraindikasi MOW
a.    Wanita hamil atau dicurigai hamil.
b.    Wanita dengan perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c.    Wanita dengan infeksi sistemik atau pelvic yang akut.
d.    Wanita yang tidak boleh menjalani pembedahan.
e.    Wanita yang kurang pasti mengenai keinginan fertilitas di masa depan.
f.     Wanita yang belum memberikan persetujuan tertulis.
(Handayani, 2010; h.183). 
10.  Waktu MOW
a.    Setiap saat selama siklus menstruasi bila diyakini bahwa klien tidak hamil atau dicurigai hamil.
b.    Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase perforase).
c.    Pascapersalinan
1)    Mini-laparotomi : 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu.
2)    Laparoskopi : tidak tepat.
d.    Pascakeguguran
1)   Triwulan pertama : 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (mini-laparotomi atau laparoskopi).
2)    Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik ( mini-laparotomi saja).
(Saifuddin, 2003; h.MK-80-1).
11.  Tanda-tanda Komplikasi Pasca MOW
a.    Terdapat infeksi luka.
b.    Demam pascaoperasi (>38˚C).
c.    Terdapat luka pada kandung kemih, intestinal.
d.    Hematoma pada subkutan.
e.    Emboli gas yang diakibatkan oleh laparoskopi.
f.     Rasa sakit pada lokasi pembedahan.
g.    Perdarahan superficial ( tepi-tepi kulit atau subkutan).
(Saifuddin, 2003; h.MK-81).
12.  Persiapan Pre-Operatif
a.    Informed consent
b. Riwayat medis/kesehatan, yang meliputi : penyakit-penyakit pelvis, adhesi/perlekatan, pernah mengalami operasi abdominal/operasi pelvis, riwayat diabetes mellitus, penyakit paru-paru (asma, bronchitis, emphysema), obesitas, pernah mengalami problem dengan anestesi, penyakit-penyakit perdarahan, alergi, dan medikamentosa pada saat ini.
c.    Pemeriksaan fisik harus meliputi kondisi-kondisi yang mungkin mempengaruhi keputusan pelaksanaan operasi atau anestesi, serta pemeriksaan kandungan untuk menemukan kelainan-kelainan.
d.    Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine, dan pap smear.
(Hartanto, 2003; h. 244).
13.  Konseling Pasca MOW
a.    Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO2 atau udara) dibawah diafragma, sekunder terdapat pneumoperitoneum.
b.    Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa.
c.    MOW tidak memberikan perlindungan terhadap IMS, HIV/AIDS. Bila termasuk pasangan sebaiknya menggunakan kondom setelah operasi.  
d.    Jaga luka operasi agar tetap kering hingga pembalut dilepaskan dan memulai aktivitas normal dalam waktu 7 hari setelah pembedahan.
e.    MOW efektif setelah operasi.
f.     Hindari hubungan intim hingga merasa nyaman dan hentikan bila ada perasaan kurang nyaman.
g.    Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja keras selama 1 minggu.
h.    Bila sakit, minum 1 atau 2 tablet analgesik setiap 4 sampai 6 jam.
i.      Kunjungan pemeriksaan rutin antar 7 dan 14 hari setelah pembedahan.
j. Dapat kontrol bila ada tanda-tanda yang tidak biasa atau mengarah pada komplikasi.
(Arum, 2009; h.168-9).